Selasa, 26 September 2017

Manajemen Layang-Layang

Masihkan teman-teman mengingat permainan tradisional yang satu ini? Yah, layang-layang. Sebuah permainan yang hampir semua kalangan menyukainya. Baik anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua sekalipun. Kali ini penulis ingin mengajak teman-teman semua untuk belajar dari permainan ini.
Permainan yang konon katanya telah ada berabad-abad adanya. Sejak pemerintahan Dinasti Han di Cina, kurang lebih 3000 tahun silam. Bentuk dan pemanfaatan layang-layang pada zaman itu pun berbeda dengan sekarang, bukan sekadar untuk hiburan semata. Seperti lirik lagu layang-layang ciptaan Indonesia ini misalnya.
“Kuambil buluh sebatang
Kupotong sama panjang
Kuraut dan kutimbang dengan benang
Kujadikan layang-layang
Bermain berlari
Bermain layang-layang
Berlari kubawa ke tanah lapang
Hatiku riang dan senang”
Semoga teman-teman masih mengingat lirik lagu sederhana ini. ;)


Jika ada sebuah pertanyaan, kapankah teman-teman terakhir memainkan layang-layang? Masih ingatkah?
Di sadari atau tidak, untuk memainkan permainan ini butuh yang namanya sebuah teori. Teori? Yah. Karena tak semudah mata memandang untuk lincah memainkannya. Bagi mereka yang baru pertama kali memainkannya pasti akan kesusahan untuk dapat mengudarakan layang-layang.
Walau hanya terbuat dari sebuah buluh bambu yang ringan seperti lirik lagu di atas. Tetap saja tidak akan naik jua jika teman-teman bermain tanpa teori. Bukankah seperti itu?
Lalu, apa hubungannya dengan manajemen? Sebelum itu, izinkan penulis menjelaskan apa itu manajemen. Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, "Manage" yang memiliki arti mengelola/mengurus, mengendalikan, mengusahakan dan juga memimpin. Manajemen adalah sebuah proses dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara bekerja secara bersama-sama dengan orang-orang dan sumber daya yang dimiliki organisasi. Ya, secara sederhana pengertian manajemen bisa diartikan seperti itu.
Segala sesuatu di ciptakan oleh Maha Pencipta tidaklah sia-sia dan semua telah berada dalam timbangan-Nya, seperti termaktub dalam Kalam-Nya (QS.3:191). Nah, pernahkah terlintas dari benak teman-teman untuk melakukan sebuah manajemen seperti layang-layang? Baik manajemen diri sendiri, pengasuhan anak dalam keluarga ataupun sebuah organisasi. Dengan penganalogian cara memainkannya yang di tarik dan di ulur.
Di dalam sebuah organisasi misalnya, semua visi dan misi serta tujuan akan di katakan baik jika manajemennya berada dalam satu jalur lintasan organisasi itu sendiri. Di dalam sebuah kelompok atau organisasi pasti teman-teman maupun penulis akan menemukan sosok seseorang yang ghirah (semangat) tinggi dalam menjalankan tugas atau menjalankan sesuai kewajibannya. Bahkan ada yang sebaliknya.  
Pada hakikatnya, setiap diri manusia butuh rasa dihargai dan diakui. Sekecil apapun usaha mereka. Dalam dunia anak-anak, untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka tak lain dengan diakui bahwa si anak bisa melakukaknnya. Begitupun dengan orang dewasa. Tak harus memberikan sebuah barang yang mahal untuk menghargai mereka, dengan kata-kata yang beraura positif itu pun sudah cukup.
Kembali ke teori layang-layang. Sebuah layang-layang yang hendak teman-teman udarakan tak akan pernah berhasil jika selalu di tarik dan tidak pernah di ulur. Begitu pun sebaliknya, layang-layang pun tak akan mengudara jika hanya di ulur saja. Bahkan, layang-layang itu akan tetap diam di tempat.
Butuh strategi atau cara, kapan layang-layang membutuhkan tarikan dan uluran dari sang pemain. Atau kalau tidak, kita hanya bisa berhayal dapat mahir bermain layang-layang tanpa itu semua. Sama ketika teman-teman berada dalam lingkungan organisasi. Apalagi ada yang menjabat sebagai inti dari organisasi tersebut.
Uluran yang penulis maksud ialah sebuah kelonggaran atau sebuah reword (penghargaan) yang di berikan bagi yang memang telah mendukung tercapainya sebuah tujuan organisasi tersebut. Begitupun dengan tarikan, sebuah teguran atau hukuman yang harus di berikan bagi anggota yang pantas mendapatkannya karena telah berada di luar jalur lingkaran.
Semua adalah pilihan. Meski banyak yang mengatakan bahwa semua yang kita lakukan itu tak memerlukan yang namanya pujian dan berporos pada niat, tapi secara tidak langsung KAMMI butuh itu. Seseorang yang telah kuat dalam tekadnya bukan berarti ia tidak membutuhkan yang namanya penyemangat atau dukungan lagi. Tentunya, dalam garis dan kadar secukupnya. Tidak melampaui batas. Karena setiap manusia memiliki aktivitas psikis yang pasti ia lakukan. Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar