Masihkan
teman-teman mengingat permainan tradisional yang satu ini? Yah, layang-layang.
Sebuah permainan yang hampir semua kalangan menyukainya. Baik anak-anak,
remaja, dewasa dan orangtua sekalipun. Kali ini penulis ingin mengajak
teman-teman semua untuk belajar dari permainan ini.
Permainan
yang konon katanya telah ada berabad-abad adanya. Sejak pemerintahan Dinasti
Han di Cina, kurang lebih 3000 tahun silam. Bentuk dan pemanfaatan
layang-layang pada zaman itu pun berbeda dengan sekarang, bukan sekadar untuk
hiburan semata. Seperti lirik lagu layang-layang ciptaan Indonesia ini misalnya.
“Kuambil buluh
sebatang
Kupotong sama
panjang
Kuraut dan
kutimbang dengan benang
Kujadikan layang-layang
Bermain berlari
Bermain
layang-layang
Berlari kubawa
ke tanah lapang
Hatiku riang dan
senang”
Semoga
teman-teman masih mengingat lirik lagu sederhana ini. ;)
Jika
ada sebuah pertanyaan, kapankah teman-teman terakhir memainkan layang-layang?
Masih ingatkah?
Di
sadari atau tidak, untuk memainkan permainan ini butuh yang namanya sebuah
teori. Teori? Yah. Karena tak semudah mata memandang untuk lincah memainkannya.
Bagi mereka yang baru pertama kali memainkannya pasti akan kesusahan untuk
dapat mengudarakan layang-layang.
Walau
hanya terbuat dari sebuah buluh bambu yang ringan seperti lirik lagu di atas. Tetap
saja tidak akan naik jua jika teman-teman bermain tanpa teori. Bukankah seperti
itu?
Lalu,
apa hubungannya dengan manajemen? Sebelum itu, izinkan penulis menjelaskan apa
itu manajemen. Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, "Manage"
yang memiliki arti mengelola/mengurus, mengendalikan, mengusahakan dan juga
memimpin. Manajemen adalah sebuah
proses dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara bekerja
secara bersama-sama dengan orang-orang dan sumber daya yang dimiliki
organisasi. Ya, secara sederhana pengertian
manajemen bisa diartikan seperti itu.
Segala sesuatu di ciptakan oleh Maha Pencipta tidaklah sia-sia dan semua
telah berada dalam timbangan-Nya, seperti termaktub dalam Kalam-Nya (QS.3:191).
Nah, pernahkah terlintas dari benak teman-teman untuk melakukan sebuah
manajemen seperti layang-layang? Baik manajemen diri sendiri, pengasuhan anak
dalam keluarga ataupun sebuah organisasi. Dengan penganalogian cara
memainkannya yang di tarik dan di ulur.
Di dalam sebuah organisasi misalnya, semua visi dan misi serta tujuan akan
di katakan baik jika manajemennya berada dalam satu jalur lintasan organisasi
itu sendiri. Di dalam sebuah kelompok atau organisasi pasti teman-teman maupun
penulis akan menemukan sosok seseorang yang ghirah (semangat) tinggi dalam
menjalankan tugas atau menjalankan sesuai kewajibannya. Bahkan ada yang
sebaliknya.
Pada hakikatnya, setiap diri manusia butuh rasa dihargai dan diakui.
Sekecil apapun usaha mereka. Dalam dunia anak-anak, untuk menumbuhkan rasa
percaya diri mereka tak lain dengan diakui bahwa si anak bisa melakukaknnya.
Begitupun dengan orang dewasa. Tak harus memberikan sebuah barang yang mahal
untuk menghargai mereka, dengan kata-kata yang beraura positif itu pun sudah
cukup.
Kembali ke teori layang-layang. Sebuah layang-layang yang hendak
teman-teman udarakan tak akan pernah berhasil jika selalu di tarik dan tidak
pernah di ulur. Begitu pun sebaliknya, layang-layang pun tak akan mengudara
jika hanya di ulur saja. Bahkan, layang-layang itu akan tetap diam di tempat.
Butuh strategi atau cara, kapan layang-layang membutuhkan tarikan dan
uluran dari sang pemain. Atau kalau tidak, kita hanya bisa berhayal dapat mahir
bermain layang-layang tanpa itu semua. Sama ketika teman-teman berada dalam
lingkungan organisasi. Apalagi ada yang menjabat sebagai inti dari organisasi
tersebut.
Uluran yang penulis maksud ialah sebuah kelonggaran atau sebuah reword
(penghargaan) yang di berikan bagi yang memang telah mendukung tercapainya
sebuah tujuan organisasi tersebut. Begitupun dengan tarikan, sebuah teguran
atau hukuman yang harus di berikan bagi anggota yang pantas mendapatkannya
karena telah berada di luar jalur lingkaran.
Semua adalah pilihan. Meski banyak yang mengatakan bahwa semua yang kita
lakukan itu tak memerlukan yang namanya pujian dan berporos pada niat, tapi
secara tidak langsung KAMMI butuh itu. Seseorang yang telah kuat dalam tekadnya
bukan berarti ia tidak membutuhkan yang namanya penyemangat atau dukungan lagi.
Tentunya, dalam garis dan kadar secukupnya. Tidak melampaui batas. Karena
setiap manusia memiliki aktivitas psikis yang pasti ia lakukan. Wallahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar